BENGKULU UTARA,iNewsBengkuluUtara.id-Seorang Kepala Desa (Kades) berinisial DH, yang bertugas di Kecamatan Arma Jaya, Kabupaten Bengkulu Utara, mengakui telah meminjam uang dari seorang warga Kota Argamakmur berinisial SM. Pinjaman tersebut, menurut DH, digunakan untuk kebutuhan operasional desa saat Dana Desa (DD) belum dicairkan.
Peristiwa tersebut terjadi pada Juni 2025 ketika DH mendatangi rumah SM dan meminta bantuan dana. DH berdalih membutuhkan biaya untuk menjalankan kegiatan desa yang harus segera dilakukan.
Saat dikonfirmasi mengenai pinjaman tersebut, DH tidak banyak memberikan penjelasan. Ia hanya memberikan respons singkat melalui pesan WhatsApp pada Sabtu (22/11/2025).
“Belum ada, lah kucari belum dapat, aku nak bayar, duit belum kudapat,” ujarnya.
Sementara itu, SM menuturkan bahwa DH datang dengan wajah memelas dan meminta pertolongan karena mengaku sedang kesulitan dana. SM akhirnya memberikan pinjaman setelah DH menjanjikan pelunasan begitu Dana Desa cair.
“Dia bilang mendesak untuk kegiatan desa dan akan diganti setelah Dana Desa keluar,” jelas SM.
Namun setelah Dana Desa dicairkan pada Agustus 2025, DH disebut mulai menghindar dan jarang menampakkan diri di kantor desa.
SM juga membenarkan bahwa DH diduga menggunakan cap desa untuk meyakinkan dirinya bahwa peminjaman tersebut terkait dengan kegiatan resmi desa.
Hingga kini, DH belum menyampaikan kepastian kapan pinjaman tersebut akan dikembalikan.
Sejumlah keterangan lain mencuat, DH juga terbelit hutang piutang perihal usaha jual beli sawit dengan seorang aparat, jumlahnya mencapai 70 juta rupiah.
Untuk diketahui, menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 20 Tahun 2018 tentang Pengelolaan Keuangan Desa, desa dilarang untuk melakukan utang tanpa adanya dasar hukum yang jelas.
Mekanisme Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes), serta persetujuan resmi dari Badan Permusyawaratan Desa (BPD) wajib menjadi landasan dalam pengelolaan keuangan desa.
Oleh karena itu, apabila pinjaman yang dilakukan oleh Kades DH ini tidak tercatat secara resmi dalam APBDes, tindakannya berpotensi melawan hukum administrasi.
Yang lebih parah, kasus ini dapat berkembang menjadi Tindak Pidana Korupsi jika terbukti menimbulkan kerugian bagi keuangan negara atau desa.
Editor : Ismail Yugo
Artikel Terkait
