Sebab, lanjut Gutomo, penanganan konflik bukan hanya dari Tim Satgas yang telah dibentuk. Namun, musti ada sampingan dari pihak berwenang. Seperti, Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA).
"Kami khawatir jika tidak segara disikapi nantinya akan memakan korban ternak dan masyarakat setempat," jelas Gutomo.
Sementara itu Ketua Kanopi Hijau Indonesia, Ali Akbar mengatakan, konflik satwa liar di Kecamatan Malin Deman ini dilematis. Ia menyebut, disatu sisi hariamau hewan dilindungi dan satu sisi lainnya ternak merupakan aset komunitas.
Optimalnya, kata Ali, penanganan konflik satwa liar di wilayah musti dilakukan secara kolaboratif, baik dari pihak yang bertanggungjawab dan masyarakat di sekitar kawasan hutan.
“Seharusnya BKSDA selaku pemangku kebijakan yang bertanggungjawab soal satwa dilindungi, dalam situasi ini seharusnya ada di lokasi untuk mengantisipasi potensi kerugian baik bagi satwa maupun ternak warga” terang Ali.
Dikonfirmasi, Kepala Seksi Konservasi Wilayah I BKSDA Bengkulu, Said Jauhari mengatakan, di daerah tersebut masuk dalam kawasan hutan untuk itu masyarakat diminta untuk tetap waspada.
Lalu, terang Said, untuk masyarakat yang memelihara hewan ternak agar mengandangkan di dalam kandang yang tahan dari serangan harimau.
Selain itu, tambah Said, pihaknya juga akan melakukan pengusiran harimau yang masuk ke areal perkampungan masyarakat setempat.
"Kita mengajak masyarakat agar tidak melepasliarkan hewan ternak agar terhindar dari setengah Harimau, dan dalam waktu dekat kita akan melakukan pengusiran hatiku yang berada di kawasan tersebut," pungkas Said.
Editor : Hikmatul Uyun
Artikel Terkait