BENGKULU UTARA,iNewsBengkuluUtara.id - Aksi kekerasan terhadap siswa oleh NU, guru SMK N 2 Bengkulu Utara, Provinsi Bengkulu, dinilai tak relevan lagi dalam dunia pendidikan saat ini, Minggu (21/5/2023).
Dengan dalih apapun, kekerasan dalam dunia pendidikan tak lagi diterima oleh masyarakat hingga hukum positif di Indonesia.
"Alibi mereka pasti mendidik siswa, memukul tapi tidak menciderai. Pandangan yang salah, tidak relevan lagi saat ini. Membentak dan memaki siswa pun bisa dikategorikan menyerang secara verbal dalam kajian hukum," kata pemerhati perempuan dan anak Bengkulu Utara, Julisty Anwar.
Wanita yang berprofesi sebagai Advokat ini mengatakan, apapun kekerasan baik menyerang secara fisik ataupun piskis siswa itu tidak dibenarkan. Pasti akan mempengaruhi kepribadian siswa kemudian hari.
Julisty menjelaskan, hukum pidana umum mengacu pada hukum pidana untuk setiap masyarakat. Artinya, berlaku pada siapapun tanpa memperdulikan status, golongan dan lain sebagainya.
Pasal C Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014, tentang perubahan atas UU RI no.23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak. Mengatur perlindungan anak dengan ancaman pidana penjara paling lama 3 Tahun 6 bulan, atau denda sebesar Rp 72 juta.
"Setiap orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan atau turut serta melakukan kekerasan terhadap anak. Sampai disini telah jelas bagaimana konsekuensinya," tegasnya.
Undang-undang yang khusus mengatur tentang perlindungan anak ini akan membidik para pelaku kekerasan fisik, psiskis, seksual, penelantaran dan eksploitasi terhadap anak.
"Kekerasan fisik itu seperti ditendang, dicekik, dibekap, diserang dengan senjata dan diancam," pungkasnya.
Editor : Ismail Yugo