Yayasan Pupa Bengkulu Kutuk Keras Kasus Pencabulan Anak 6 Tahun di Lebong

Debi Antoni
Yayasan Pupa Bengkulu mengutuk keras terjadinya kasus kekerasan seksual pada anak usia 6 tahun di Kabupaten Lebong. iNewsBengkuluUtara/Istimewa

BENGKULU, iNewsBengkuluUtara.id - Yayasan Pusat Pendidikan Untuk Perempuan dan Anak (Pupa) Bengkulu, mengutuk keras terjadinya dugaan tindak pidana pencabulan terhadap anak usia 6 tahun oleh pelaku yang berstatus pelajar SMP di Kabupaten Lebong.

"Kami meminta kepolisian untuk mengusut tuntas kasus kekerasan seksual yang diduga dilakukan pelajar SMP terhadap anak usia 6 tahun di Kabupaten Lebong ini," ujar Direktur Yayasan Pupa Bengkulu, Susi Handayani, Kamis (5/1/2022).

Dalam kasus pencabulan anak usia 6 tahun di Kabupaten Lebong ini, harus benar-benar diperhatikan hak-hak anak baik terhadap korban maupun terhadap pelaku jika masih berstatus anak-anak.

"Kalau kemudian pelaku berusia kurang dari 14 tahun, maka proses hukumnya bisa dilakukan secara diversi. Tapi jika pelaku berusia di atas 14 tahun, maka bisa dilakukan penanganan proses hukum sesuai Undang-Undang yang berlaku meski nanti hukumannya adalah 1/3 dari hukuman maksimal," terangnya.

Ia pun meminta pihak kepolisian untuk memperjelas kasus yang menimpa anak umur 6 tahun di Kabupaten Lebong ini apakah termasuk pemerkosaan atau pencabulan. Sebab, dalam Undang-Undang nomor 12 tahun 2022 tentang tindak pidana kekerasan seksual, dalam pasal 4 dijelaskan beberapa bentuk tindak pidana kekerasan seksual.

"Harus diperjelas apakah kasus ini pencabulan atau pemerkosaan dan usia pelaku, karena ini nanti menyangkut kepada sanksi hukum bagi pelaku," tegas Direktur Yayasan Pupa Bengkulu ini.

Dalam kasus yang menimpa anak umur 6 tahun di Kabupaten Lebong ini, dirinya juga meminta pihak kepolisian untuk benar-benar memperhatikan hak-hak anak yang di atur dalam Undang-Undang, baik itu anak sebagai korban maupun anak berhadapan dengan hukum.

"Hak mereka harus tetap dipenuhi. Misalnya hak anak sebagai korban, ada hak rehabilitasi, pemulihan dan restitusi yang harus diperhatikan pihak kepolisian. Begitu juga hak anak berhadapan dengan hukum," terangnya.

Susi juga menambahkan, pihaknya akan mengawal kasus ini hingga tuntas dan berharap pihak korban mendapatkan keadilan sesuai yang diatur dalam Undang-Undang.

"Akan kita kawal sampai tuntas, dan kita yakin jika pihak kepolisian akan berlaku profesional dalam penanganan kasus ini," pungkas Susi.

Dikutip dari Undang-Undang nomor 12 tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual, disebutkan dalam pasal 4 ayat 1, tindak pidana kekerasan seksual terdiri atas: pelecehan seksual nonfisik, pelecehan seksual fisik, pemaksaan kontrasepsi, pemaksaan sterilisasi, pemaksaan perkawinan, penyiksaan seksual, eksploitasi seksual, perbudakan seksual dan kekerasan seksual berbasis elektronik.

Kemudian dalam pasal 4 ayat 2 disebutkan selain tindak pidana kekerasan seksual sebagaimana dimaksud pada ayat 1, tindak pidana kekerasan seksual juga meliputi perkosaan, perbuatan cabul, persetubuhan terhadap Anak, perbuatan cabul terhadap Anak, dan atau eksploitasi seksual terhadap Anak, perbuatan melanggar kesusilaan yang bertentangan dengan kehendak Korban.

Pornografi yang melibatkan Anak atau pornografi yang secara eksplisit memuat kekerasan dan eksploitasi seksual, pemaksaan pelacuran, tindak pidana perdagangan orang yang ditujukan untuk eksploitasi seksual, kekerasan seksual dalam lingkup rumah tangga, tindak pidana pencucian uang yang tindak pidana asalnya merupakan Tindak Pidana Kekerasan Seksual, dan tindak pidana lain yang dinyatakan secara tegas sebagai Tindak Pidana Kekerasan Seksual sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.

Editor : Debi Antoni

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network